Rabu, 15 Juli 2015

Japanese Drama Review: Boku No Ita Jikan

Hai semua! Seperti yang sudah saya katakan, akhir-akhir ini saya lagi suka nonton J-drama.
Iya J-drama,
Drama Jepang.

Ada beberapa alasan sih, salah satunya tertarik dengan budaya semangat bekerja orang Jepang.

Boku No Ita Jikan adalah drama Jepang yang baru selesai saya tonton. Saya yakin drama ini tidak abal-abal karena pemerannya adalah Haruma Miura. Miura adalah aktor muda Jepang yang berbakat dan biasa tampil di drama-drama terkenal. Selain itu, lawan main Miura adalah Mikako Tabe. Keduanya dulu pernah main bareng di drama "Kimi Ni Todoke".

Boku No Ita Jikan yang secara harfiah berarti "Waktu yang kumiliki" berkisah tentang seorang pemuda yang menderita penyakit ALS. ALS adalah penyakit gangguan saraf motorik yang belakangan ini menarik simpati masyarakat dunia dengan diadakannya ice bucket challenge.
Seperti apa kisah pemuda dalam Boku No Ita Jikan? Simak di bawah ini ya!


Judul: Boku No Ita Jikan (The Hours of My Life)
Genre: Melodrama, romansa, keluarga
Episode: 11
Tayang: Januari 2014-Maret 2014
Pemain:
Miura Haruma (Sawada Takuto)
Tabe Mikako (Hongo Megumi)
Saito Takumi (Mukai Shigeyuki)
Kazama Shunsuke (Mizushima Mamoru)
Yamamoto Mizuki (Murayama Hina)
Nomura Shuhei (Sawada Rikuto)
Hamabe Minami (Sumire)
Fukikoshi Mitsuru (Tanimoto)
Koichi Mantaro (Sawada Akio)
Asada Miyoko (Hongo Shoko)
Harada Mieko (Sawada Sawako)

Sinopsis:

Takuto Sawada adalah seorang mahasiswa tahun ke empat yang sedang sibuk mencari pekerjaan. Dia sibuk interview sana-sini, melamar sana-sini, hingga sudah puluhan lapangan kerja ia sambangi. Suatu hari di musim dingin, ia menunggu interview sebuah perusahaan bersama deretan pelamar lainnya. Di sebelah Takuto, duduk seorang gadis berponi yang gugup. Tiba-tiba ponsel gadis itu berbunyi cukup keras. Gadis itu takut untuk mengangkat ponselnya karena malu, jadi ia pura-pura tidak tahu. Akhirnya Takuto lah yang berdiri dan meminta maaf kalau ponselnya lupa dimatikan. Ia lalu berpura-pura mematikan ponselnya. Gadis di sebelahnya merasa telah diselamatkan dan harus berterima kasih pada Takuto.

Nama gadis itu Megumi, ternyata teman sekelas Takuto di kampus. Takuto dan Megumi pun menjadi teman baik. Mereka pergi ke pantai dan minum-minum, lalu menuliskan pesan di dalam botol dan menguburkannya di pasir sampai tiga tahun ke depan. Muncul pula tokoh Hina sahabat Megumi, dan Mamoru sahabat Takuto yang diam-diam juga saling dekat. Ke empat anak muda itu menjadi sahabat. Mereka sering kumpul-kumpul di rumah Takuto untuk makan sukiyaki dan membicarakan masa depan. Tidak hanya itu, muncul pula Shige Senpai, senior Takuto dalam klub futsal. Shige Senpai diam-diam ternyata menyukai Megumi.

Takuto juga memiliki keluarga yang selalu mendukungnya. Ayahnya adalah seorang dokter pemilik rumah sakit terkenal di Yamanashi. Takuto merantau ke Tokyo untuk kuliah, meskipun gagal masuk jurusan kedokteran impiannya.  Sementara itu, justru Rikuto adiknya yang berhasil masuk jurusan kedokteran. Tinggal berdua dengan adiknya di Tokyo, Takuto sering dianggap nomor dua oleh adiknya. "Kau merasa inferior ya dengan kemampuanku..." begitulah kata-kata polos namun meremehkan yang sering keluar dari mulut Rikuto.

Pada suatu hari, Takuto diterima bekerja penuh waktu di perusahaan furnitur. Tepatnya di bagian sales promotion yang bertugas menjelaskan keunggulan produk kepada pelanggan. Pokoknya Takuto sangat giat bekerja penuh waktu menjadi salesman. Penuh semangat ia mencari uang dengan menawarkan tempat tidur kepada pelanggan, meskipun kadang kala tangan atau kakinya bermasalah karena kram. Takuto juga beruntung karena ia dan Megumi akhirnya berpacaran.

Hingga pada suatu hari, Takuto merasa otot di tubuhnya semakin aneh....

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Review:

Dari segi tema, sangat banyak drama yang mengangkat tema tentang penyakit. Khususnya ALS atau penyakit syaraf lainnya. Drama yang berlatar musim dingin ini menceritakan kehidupan Takuto sejak tubuhnya masih normal hingga ALS harus menggerogoti tubuhnya. Dalam penyakit ALS, pertama pasien sering kram, semakin lama ia tidak bisa mengangkat tangannya, lalu sering terjatuh tiba-tiba seperti yang dialami Takuto. Lama kelamaan, pasien ALS akan kesulitan bicara, makan, bahkan bernafas sehingga menyebabkan kematian. Namun ada juga pasien ALS yang bisa hidup sampai tua dan punya anak seperti Stephen Hawking. Namun pasien ALS yang sudah parah harus menggunakan kursi roda, ventilator, dan sensor yang terhubung dengan komputer untuk berkomunikasi.

Karena tahu bahwa umurnya mungkin tidak lama, dan kalaupun hidup pasti sangat merepotkan, Takuto akhirnya mundur dari Megumi dan memutuskannya secara tiba-tiba. Ia tidak ingin Megumi dan teman-teman terdekatnya tahu soal penyakitnya. Bahkan Takuto menghindari Megumi selama satu tahun lamanya seiring dengan perkembangan penyakitnya.

Teman-teman sekantor Takuto juga sangat suportif dengan penyakitnya. Di awal-awal penyakitnya, Takuto sering terjatuh ataupun menjatuhkan barang. Namun pemuda itu tidak lantas manja dan mengadu kepada atasan dan teman-temannya. Ia tetap berusaha profesional memasarkan barang-barang furnitur. Kuliah di luar kota, mendapat pekerjaan penuh waktu sebagai seorang salesman, Takuto tidak menganggap remeh pekerjaannya, juga tidak menganggapnya berat karena penyakit ALS. Bahkan sewaktu Takuto menjelaskan tentang penyakitnya kepada bos dan karyawan lain, karyawan lain semakin menghargai Takuto. Mereka membantu Takuto mendorong kursi roda, mengambilkan makanan, dan tidak mengolok-oloknya. Takuto malah mendapat posisi spesial yaitu sebagai desainer poster produk furnitur (karena engga bisa jalan).

Megumi, yang sudah setahun tidak bertemu Takuto berpacaran dengan Shige Senpai. Ia yang menyukai kegiatan-kegiatan sosial akhirnya bekerja penuh waktu sebagai seorang careworker. Megu merawat orang-orang lanjut usia, atau penderita penyakit-penyakit berat. Dengan telaten, ia juga merawat salah seorang pasien ALS.

Kisah tidak hanya berputar soal Takuto dan penyakit ALS. Ada juga kisah tentang Rikuto, adik Takuto yang mahasiswa kedokteran. Karena terbiasa dipuji dan dimanja ibunya, Rikuto tumbuh menjadi orang yang kurang biasa bersosial. Ia sering mengeluarkan kata-kata yang tanpa sadar, bisa menyakiti orang lain. Rikuto juga sangat kaku dan penakut. Hingga suatu hari, ibunya dari Yamanashi datang karena sudah 2 bulan Rikuto bolos kuliah...

Apa yang terjadi dengan Rikuto?
Yang jelas, sejak itu pencarian jati diri Rikuto dimulai.

Drama ini berisi tentang kisah kedekatan antar keluarga, kasih sayang antar teman dan rekan, romansa, dan juga perjuangan hidup. Digambarkan, Takuto sangat takut untuk hidup dalam kondisi seperti itu. Ia sendiri juga tidak mau mati karena tidak ingin memberi rasa kehilangan bagi orang yang membutuhkannya. Selain itu, drama ini juga berpesan kepada penonton untuk memilih pilihan hidup yang paling sesuai dengan hati mereka.

Saya belum pernah menonton akting Mikako sebelumnya, tapi dia pas dan natural banget memerankan sosok Megu yang telaten serta penuh perhatian. Sedangkan Miura, sebelumnya pernah nonton dia di drama Koizora dan 14 Sai no Haha. Seperti biasa ada karisma tersendiri dalam tatapannya Miura. Karisma orang yang sedang "memendam masalah" dan karisma orang yang "memiliki penyakit". Walaupun beberapa tokoh tampak agak jahat, dalam drama ini sama sekali nggak ada tokoh antagonis. Pokoknya nggak ada yang namanya "terlalu jahat" ataupun "baik dan tertindas".
Dari segi musik, drama ini diiringi dengan backsound yang bagus, cocok untuk melodrama kayak gini. Soundtrack yang dibawakan Rihwa dan Yuzu juga sangat J-Pop. Semakin mendukung tema yang diusung.

Hanya saja saudara-saudara, endingnya mengecewakan. Nggak ada sesuatu yang wow banget di endingnya (semua yang wow dikumpulin di episode sebelumnya). Gitu-gitu aja, lebih datar daripada episode sebelumnya malah. Udah gitu, saya enggak puas sama adegan terakhirnya. Masih penasaran apa yang akan terjadi berikutnya.
Singkat kata, harusnya ada 1 episode lagi :D


Rating: 4/5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar